Bisnis dipahami sebagai suatu proses keseluruhan dari produksi yang dirumuskan sebagai usaha memaksimalkan keuntungan perusahaan dan meminimumkan biaya produksi. Oleh karena itu, bisnis seringkali menetapkan pilihan strategis berdasarkan nilai dimana pilihan tersebut didasarkan atas keuntungan dan kelangsungan hidup perusahaan. Menurut Muhammad (2004: 60-61), pentingnya etika bisnis dalam kelangsungan perusahaan adalah sebagai berikut:
1) Tugas utama etika bisnis dipusatkan pada upaya mencari cara untuk menyelaraskan kepentingan strategis sustu bisnis dengan tuntunan moralitas. 2) Etika bisnis bertugas melakukan perubahan kesadaran masyarakat tentang bisnis dengan memberikan suatu pemahaman yaitu bisnis tidak dapat dipisahkan dari etika. 3. Pedagang Kaki Lima (PKL) a. Pengertian Pedagang Kaki Lima Pedagang kaki lima berasal dari istilah “kaki lima” yang merupakan warisan sejarah, sebab istilah ini muncul saat pemerintah jajahan Inggris di Indonesia. Pada saat itu Raffles telah mengeluarkan peraturan penggunaan jalan, yakni mengharuskan agar kiri dan kanan jalan selebar lima feet bagi pejalan kaki itu digunakan oleh pedagang untuk menggelar jualannya, karena mereka berjualan di arena lima feet tadi, kemudian dikenal sebagai pedagang kaki lima (Hernawi dalam Sudaryanti 2000:8). Menurut Eridian dalam Sudaryanti (2000:8) “Pedagang kaki lima ialah orang-orang dengan modal relatif kecil/sedikit berusaha (produksi-penjualan barang-barang/jasa-jasa) untuk memenuhi kebutuhan kelompok konsumen tertentu dalam masyarakat”. Usaha itu dilakukan pada tempat-tempat yang dianggap strategis dalam suasana informal. Sementara itu Tim Peneliti dari Fakultas Hukum UNPAR Bandung dalam Sudaryanti (2000:9) memberikan batasan pedagang kaki lima sebagai berikut: “Pedagang kaki lima ialah pedagang golongan ekonomi lemah yang berjualan kebutuhan sehari-hari, makanan atau jasa relatif kecil, modal sendiri atau modal lain, baik mempunyai tempat berdagang tetap atau tidak tetap (berpindah-pindah) di tempat-tempat yang terlarang berjualan”. Di dalam UU Nomor 9 Tahun 1995 dijelaskan bahwa pedagang kaki lima merupakan bagian dari Kelompok Usaha Kecil yang bergerak di sektor informal. Usaha kecil yang dimaksud yaitu kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan. Sementara usaha kecil informal adalah usaha yang belum terdaftar, belum tercatat dan belum berbadan hukum, antara lain petani penggarap, industri rumah tangga, pedagang asongan, pedagang keliling, pedagang kaki lima dan pemulung. Dalam UU Nomor 9 Tahun 1995 juga ditetapkan beberapa Kriteria Usaha Kecil, antara lain: 1) memiliki kekayaan bersih paling banyak 200 juta rupiah, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau 2) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak 1 (satu) milyar rupiah milik warga negara Indonesia; 3) berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki; 4) berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi. Usaha Kaki Lima adalah bagian dari Kelompok Usaha Kecil yang bergerak di sektor informal, yang oleh istilah dalam UU. No. 9 Tahun 1995 di atas dikenal dengan istilah “Pedagang Kaki Lima”. Jadi pedagang kaki lima adalah pedagang yang berjualan dengan modal yang relatif kecil dan segala aktivitas berdagangnya dilakukan di trotoar sebagai tempat yang dianggap strategis dalam suasana informal.
0 Comments
|
AuthorNama Saya Andriani, Saya sangat menyukai dunia menulis. Biasanya saya menulis novel. Tapi di blog ini saya ingin menulis apapun informasi yang saya ketahui. Semoga bermanfaat. Archives
February 2021
Categories |